Minggu, 07 Agustus 2016

Cerpen dengan Tema "Bangga Menjadi Anak Surabaya"



Ini Kotaku Juga Pemimpinku
Oleh : Yuniar Arij Puspita Ningrum | XII – IBB | 20 Juli 2016

Suatu hari sepulang sekolah aku melihat sebuah jejak, sepertinya itu jejak sepatu boots. Tanpa tersadar aku mengikuti jejak tersebut, hingga jejak itu berhenti di suatu tempat. Kulihat beliau berdiri begitu gagah, tiba-tiba beliau mengeluarkan sebuah serbuk dan menaburnya ke suatu tempat tak teramut.
“Woooww!!!” kagumku dalam diam.
Tempat itu berubah 360 derajat dari sebelumnya, beliau kemudian mengunjungi beberapa tempat lagi dan menyulapnya menjadi indah. Aku terbawa oleh magic-nya, seolah menjadi saksi keindahan tempat yang dibuatnya. Tiba-tiba beliau menoleh, dan akupun mencari titik aman agar tak terlihatnya. Namun beliau merasa terikuti oleh seseorang, Ia mencoba memastikan kanan-kiri-depan-belakang sekitarnya.
Semenjak ada dirimu dunia terasa indahnya... ringtone ponselku berbunyi, menghilangkan tatapanku padanya. Dengan segera kubuat mati ponselku agar tak terjaring ke telinganya. Aku menatap lagi ke arah awal dan kebingungan, beliau telah menghilang. Sayang sekali, aku belum menanyakan siapa beliau sebenarnya. Aku putuskan untuk kembali pulang ke rumah.
“Astaghfirullah!!” aku terkejut dan terjatuh dari kasur empukku.
“Aduhh!!” keluhku di lantai nan dingin.
“Jam berapa ini?” kutengok jam dinding milik orang tuaku.
“Ternyata masih jam sebelas malam. Karena mimpi magic dan seseorang itu mengejutkanku jadi jatuh nyium lantai dehh.. Tapi aku penasaran siapa seseorang itu? Ahhh.. sudahlah dipikir besok saja, masih ngantuk hoooaamm...” gerutuku setengah sadar dan kembali mapan ke kasur.
***
Pagi harinya.
“Buuu... Hari ini hari apa?” teriakan Zahra membutuhkan jawaban cepat.
“Hari Senin, Ra.” jawab iseng bu Yasmine.
“Aku kok nggk dibangunin?” kesalnya Zahra mengacak kamarnya.
“Makanya Le, habis shalat subuh jangan tidur lagi.” Sahut pak Zaenal menambah kesal.
Zahra mempercepat langkahnya ke kamar mandi.
“Hari ini hari Minggu, sayang. Nggk perlu terburu-buru mandi. Hehehehe..” melodi rendah suara bu Yasmine mencekam hati Zahra.
“Ibuuu....” gurutu Zahra dan tetap pergi mandi.
Selesai mandi.
“Ibu, kok tega iseng sama Zahra.” nada ngambek Zahra.
“Maaf sayang, Ibu bercanda kok.” rayu bu Yasmine.
“Tapi kannn....” meminta keadilan.
“Sudah sarapan dulu, nasi gorengnya nanti dingin.” suap halus bu Yasmine.
“Apaa?? Nasi goreng??” menabur magic, berpindah ke ruang makan
Setelah selesai sarapan Zahra pergi ke Taman Bungkul bersama sahabatnya, Rere. Walaupun sudah jam 06.00, tak menghentikannya untuk memulai aktivitas rutin Minggu pagi. Setiap Minggu pagi tiba, Zahra dan Rere mengayuh sepeda menyusuri jalan yang lumayan sepi. Biasanya aktivitas tersebut dimulai selesai shalat Subuh, namun Minggu ini berbeda. Saat selesai shalat Subuh mata Zahra masih mengantuk, dan membuatnya terlambat bangun.
“Yakin berangkat, Ra?” tanya Rere yang bersiap dibonceng Zahra.
“Iyaaa.. Tapi kali ini naik sepeda motor aja, biar cepet.” jawab Zahra mantap.
“Okelah..” sahut Rere.
Bruuuummm... sepeda motor mereka hidup seketika.


Di Taman Bungkul
            Terlihat hijau warna-warni mengutuk mata dengan indahnya. Lari-larian anak kecil dengan mainan ampuhnya. Para pemuda-pemudi ber-jogging menyusuri taman. Para orang tua yang berjalan dengan gairahnya masing-masing. Terlihat dua pemudi yang antusias menambah kesibukan taman tersebut, mereka adalah Zahra dan Rere. Keduanya mengerakkan tubuh memulai pemanasan, persiapan jogging meyusuri taman.
“Sudah siap, Ra?”
“Siaaap!”
“Mulai..”
Keduanya berlari ringan mencoba menyusuri taman.
Beberapa menit berlalu, meninggalkan tempat permulaannya.
“Ra, istirahat dulu yukk! Capek.” pintanya Rere menghentikan larianku.
“Belum juga sampai finish, Re.” jawabku.
“Aku tadi belum sarapan, Ra.” keluhnya.
“Kenapa dari awal nggk bilang, Re. Yukk.. cari makan dulu, nanti kamu kenapa-napa lagi.” sahutku cemas.
            Zahra dan Rere pun mencari warung makan. Tiba-tiba Rere terhenti. Hembusan angin mengudara membawa rasa yang menusuk ke hidung Rere. Keduanya pun duduk di warung pecel sederhana. Perut Rere semakin berteriak, segeralah ia memesan nasi pecel dan teh hangat. Zahra hanya memesan teh hangat karena tadi sudah sarapan kesukaannya, nasi goreng buatan Bu Yasmine tercinta. Pesanan datang begitu cepat. Rere segera berdoa dan melahap nasi pecel yang mamaki-maki perutnya.
“Pelan-pelan Re, nanti tersedak lho..” nasehatku.
“Iyaa, Ra.” jawabnya masih dengan mengunyah makanan.
            Selesai mensapu bersih piring dan gelas, kami pun mencari tempat teduh di Taman Bungkul dan sedikit berbincang. Seketika terlintas dalam pikiranku topik pembicaraan mengenai taman yang kami singgahi.
“Re, Taman Bungkul ini indah ya?” tanyaku.
“Iya Ra, untung saja insiden yang merusak taman waktu itu segera diatasi.”
“Insiden waktu kapan, Re?”
“Saat pembagian es krim Wall’s gratis.”
“Benar juga Re, sampai-sampai Bu Risma marah besar.”
“Gimana nggk marah, taman yang susah payah ditata indah rusak parah dalam hitungan jam.” penjelasan Rere mantap.
“Benar juga. Dari informasi yang pernah aku baca di internet, Taman Bungkul ini seperti halnya oase bagi warga kota Surabaya. Warga kota bisa menghirup beragam manfaat, keindahan, kenyamanan, kesehatan dan kesenangan sekaligus. Ya.. seperti kita saat ini.”
“Aku juga pernah baca, Taman Bungkul ini telah meraih penghargaan ‘The 2013 Asian Townscape Award’ dari Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013.”
“Membanggakan ya, Re...” ucap kagumku mengudara.
            Karena hari mulai siang percakapan kami pun terhenti. Terdengar suara bising kendaraan bermotor dan mobil memecah ketenangan Minggu pagi itu. Pertanda aktivitas kota metropolitan ini segera dimulai. Jalan Raya Darmo yang tadinya berstatus CFD (Car Free Day) pun terdesak kehilangan statusnya tersebut. Aku dan Rere pun segera pulang ke rumah dan melanjutkan aktivitas yang lainnya di hari weekend ini.
            Matahari telah tenggelam dengan sempurna. Langit terisi oleh cahaya sang purnama dan bintang-bintang. Hembusan angin yang membuatku sembunyi dalam selimut. Dingin. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh, namun mataku belum saja terlelap. Bapakku sudah mapan selepas shalat isya’. Ibuku pun sudah tertidur disampingnya. Seperti biasa hanya aku saja yang masih terjaga. Memang, aku begitu sulit untuk tidur malam. Terlintas dalam pikiranku untuk mengetahui sosok ibu wali kotaku, Tri Rismaharini. Kagumku pada indahnya Taman Bungkul, membuatku ingin mengetahui latar belakang dan pencapaiannya. Ku raih ponselku, kuaktifkan data selulerku, kumasukkan kata kunci pada search google yang siap melaksanakan perintahku. Tak perlu menunggu terlalu lama, hasil yang ku inginkan pun muncul dalam layar ponselku.
Tri Rismaharini adalah wanita pertama yang terpilih menjadi wali kota Surabaya sepanjang sejarah. Beliau menempuh pendidikan dasar di SDN Kediri dan lulus pada tahun 1973. Ia melanjutkan pendidikan ke SMUN 15 Surabaya dan lulus pada tahun 1980.  Beliau menempuh pendidikan sarjana di jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan lulus pada tahun 1987. Dan kemudian melanjutkan pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota di ITS Surabaya, lulus pada tahun 2002.
Pada Februari 2014, Tri Rismaharini dinobatkan sebagai Mayor Of The Month atau walikota terbaik di dunia untuk bulan Februari 2014 atas keberhasilannya selama memimpin kota Surabaya sebagai kota metropolitan yang paling baik penataannya.............” (Sumber : wikipedia)
            Setelah informasi ku baca dalam hati yang paling dalam, aku merasa bangga memiliki ibu wali kota seperti beliau. Tiba-tiba saja dalam pikiranku terlintas kata ‘Ibu Kartini ke-2 bagiku’. Entah mengapa, bayangan kata itu muncul seketika. Memang sebelum-sebelumnya sudah banyak wanita berjasa seperti beliau. Namun kali ini aku merasakan hal seperti itu. Ibu Tri Rismaharini seperti membangkitkan semangatku sebagai salah satu pemudi Surabaya. Bayangan-bayanganku hilang diminta waktu, sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku pun beristirahat.
***
Hari Senin. Hari kembaliku ke sekolah. Seperti biasa aku berangkat bersama sahabatku, Rere. Aku bersekolah di salah satu SMA Negeri Surabaya. Bel telah berbunyi. Kesibukan di sekolah telah dimulai. Ibu dan Bapak guru sibuk memimpin doa siswa-siswinya. Setelah selesai berdoa, mereka pun memulai pelajaran. Bagiku belajar di sekolah adalah suatu kebutuhan untuk mengerti dunia ini. Disaat guru menjelaskan aku memilih untuk diam dan mendengarkan. Dengan begitu aku mencoba memahami setiap untaian kata yang diterangkan, walaupun terkadang sulit ku pahami. Dan sekali-kali ku goyangkan bulpoin untuk mencatat informasi penting. Tetapi jangan kau tanya aku mengenai satu pelajaran yaitu matematika. Sulit logikaku bermain dengan angka-angka.
Kriinggg.... Kringgg..... bel istirahat pun telah berbunyi. Semua siswa terlihat berhambur ke luar kelas menuju kantin. Namun berbeda denganku dan juga Rere, kami selalu membawa bekal dari rumah supaya lebih irit pengeluaran.
“Zahra, kamu bawa bekal apa?” tanya Rere di sampingku.
“Biasa nasi goreng ala Bu Yasmine, kamu?”
“Tada...! Ayam kecap manis ala bu Rini.” bergairahnya Rere memperkenalkan bekalnya.
“Ayoook... segera dimakan. Itadakimasu!”
Kami pun menyantap bekal nan lezat buatan ibu tercinta.
            Jam berlalu begitu cepat. Tiba akhirnya kami harus pulang ke rumah. Kesibukan sekolah telah dihentikan. Aku dan Rere membuat jannji bertemu untuk mengerjakan tugas kelompok. Masih hari pertama saja, sudah diberi bekal. Begitulah keluhku saat mendapat tugas yang tidak tepat di hatiku. Semua pelajar pasti pernah mengeluh begitu. Tetapi aku cepat tersadar. Menyerap pelajaran di sekolah tidaklah cukup, kami harus berusaha untuk memahami pelajaran diluar jam sekolah.
***
Rere sudah berada dirumahku. Kami segera mengerjakan tugas kelompok. Biasanya aku akan megerjakan PR pada hari weekend, karena kalau sudah pulang sekolah, pikiranku hanya ingin beristirahat. Namun berbeda dengan tugas kali ini, besok harus dikumpulkan. Kutenangkan pikiranku untuk menjadi lebih dingin dalam tugas ekstra cepat ini.
“Jadi kita mulai dari mana ini?” tanyaku.
“Mmmm.. kita cari materinya saja dulu. Sebagian kamu sebagian aku. Kalau sudah selesai kita rangkum bersama, gimana?” penjelasan Rere memecah kebuntuan.
“Okelah.” jawabku mantap.
Beberapa menit kemudian.
“Gimana Re, sudah ketemu?” tanyaku.
“Ini Ra, tapi lumayan banyak bacaannya, aku bingung mana yang harus dijadikan materi tugas kita.”
“Pilih yang sesuai dengan materi kita aja dan yang bisa kamu pahami dengan mudah.”
“Baiklah.”
Tiktoktiktoktiktok....
“Akhirnya selesai juga tugas antropologi ini.” ucap Rere sembari merebahkan tubuhnya ke kasur.
“Alhamdulillah....” sahutku dengan nafas lega.
            Akhirnya, dengan kekuatan secepat kilat tugas kami selesai. Kami pun berusaha bernapas ringan. Di sela-sela aktivitas itu, ku utarakan perasaan kagumku terhadap bu Risma kepada Rere. Kami berbincang lebar mengenai sosok ibu kartini ke-2 bagiku. Waktu kian berlalu, hari mulai petang. Jam menunjukkan pukul lima sore. Rere berpamitan untuk pulang.
Di Rumah Rere
            Bintang mengedipkan cahayanya, menemani sang bulan purnama. Udara tidak begitu memikat. Rere sibuk dengan permainan zombie di ponselnya. Namun beberapa menit berlalu Rere merasa bosan, teringatlah akan suatu hal. Ia mencari informasi mengenai seseorang, siapa lagi kalau bukan bu Tri Rismaharini. Setelah searching-searching beberapa lama, raut wajah Rere begitu kaget.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" herannya Rere dalam diam.
"Aku harus beritahu Zahra tentang berita ini." ucapnya sedikit terdengar.
 Dengan segera Rere mengirim chat ke Zahra.
"Ra, ada berita buruk nih! Gawat!" isi chat Rere.
"Berita buruk apa?" cemasnya Zahra.
"Ibu kartini ke-2 kita."
"Kenapa?" semakin cemas.
"Beliau ingin mengundurkan diri dari jabatannya."
"Kok bisa? Kenapa?" tanya Zahra kecewa.
"Nih baca deh *link tersamarkan*"
Di Kamar Zahra
Aku membuka link yang dikirimkan oleh Rere. Aku merasa sangat kecewa atas pemberitaan itu. Yang Aku anggap ibu Kartini ke-2, telah menyerah dengan tanggung jawabnya. Beliau ingin mengundurkan diri karena beberapa hal, mulai dari pemilihan dan pelantikan wakil wali kota yang menurutnya tidak sesuai prosedur, persoalan Kebun Binatang Surabaya, hingga persoalan pembangunan tol tengah kota Surabaya.
 Chatting-an kembali.
“Re, Aku kecewa.”
“Aku juga, Ra.”
“Padahal kan beliau menata kota Surabaya dengan sangat baik.”
“Iya Ra, aku juga tahu. Namun itu kan juga pilihan beliau.”
“Kecewa Re *emotion sedih* ”
“Sabar Ra... Aku tidur dulu ya, udah ngantuk nih.”
“Iyadeh Re, have a nice dream ya...”
Have a nice dream too...”
Malam yang hening itu berubah pecah suara. Hatiku merasa sesak dan kecewa. Boleh kau anggap ini terlalu lebay, namun itulah perasaanku yang nyata. Mengapa seorang yang telah dibanggakan bisa meng-dropkan seketika seperti ini. Mungkin beliau terlalu larut dalam perasaan yang tak lagi kuat dalam masalah kota Surabaya. Bagaimana bisa tanggung jawab seorang pemimpin dilepas begitu saja.
***
Malam kenyataan pahit itu telah berlalu, mengikuti hari yang melangkah ke depan. Hatiku masih saja bergejolak. Ibu Kartini ke-2 membuat semangatku sedikit merapuh. Pemberitaan pengunduran diri bu Risma pada pertengahan Februari 2014 sungguh menyakitkan. Orang tuaku pun juga kecewa dengan keputusan bu Risma. Bapakku mengatakan hal yang sependapat denganku mengenai penataan apiknya kota Surabaya, terutama pada Taman Bungkul yang  beragam manfaatnya. Begitu pula dengan masyarakat Kota Surabaya, bahkan muncul gerakan di situs jejaring sosial yang bernama ‘Save Risma’ untuk mendukung kepemimpinan ibu wali kota Surabaya tercinta.
Hari kulalui dengan sedikit goyah, namun akhirnya aku mencoba berpikir positif kembali. Semangat yang membara kurebut kembali dalam emosi-emosi. Pemberitaan itu perlahan-lahan menghilang dalam benakku.  Aku beraktivitas sebagai seorang pelajar yang tekun lagi dan berharap pengganti bu Risma lebih baik. Jujur saja hati ini tak rela melepas beliau.
Tiba-tiba saja terdengar kabar menggembirakan melayang ke telingaku. Bu Tri Rismaharini tidak jadi mengundurkan diri. Ia meneruskan jabatannya hingga berakhir pada 28 September 2015. Kabar ini tak lepas dari turun tangannya Ketua Umum PDI-P ibu Megawati Soekarnoputri bersama dengan pemimpin DPP PDI-P dan juga didampingi Gubernur DKI Jakarta bapak Joko Widodo. Hatiku menjadi lega sejadi-jadinya. Masyarakat kota Surabaya menyambut hangat berita sangat baik tersebut.
Setelah isu pengunduran diri itu padam, bu Risma kembali menjalankan tugasnya dengan baik. Hingga suatu ketika Ia memantapkan tekad yang bulat untuk menutup Gang Dolly, yang mana lokalisasi tersebut merupakan terbesar di Asia Tenggara. Penutupan tersebut didasarkan pada Perda Nomor 7 tahun 1999 tentang larangan bangunan dijadikan tempat asusila. Penutupan resmi dilakukan  pada Rabu, 18 Juni 2014. Hebat  bukan? Tempat sebesar itu bisa Ia tutup, semua itu tak lepas dari dukungan masyarakat kota Surabaya dan juga keimanan yang kuat. Untuk menghidupkan kembali ekonomi eks lokalisasi Dolly, Pemerintah Kota Surabaya menyulapnya menjadi sejumlah rumah industri.
Pada akhir tahun 2014, Surabaya menerima penghargaan internasional Future City versi FutureGov untuk Surabaya Single Window (SSW). Penghargaan ini diberikan untuk sistem pelayanan kemudahan izin investasi Kota Surabaya. (Sumber : wikipedia)
***
Tahun 2015, bu Tri Rismaharini menjadi calon kembali sebagai Pilwali Surabaya 2015. Pancaran sinarnya yang memikat warga kota Surabaya membuat Pilwali tak berjalan mulus dan terancam diundur hingga tahun 2017. Namun Pilwali pun akhirnya tetap terlaksana. Berdasarkan hasil KPU bu Risma dan wakilnya pak Wisnu terpilih kembali menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk masa bakti tahun 2016-2021.
Atas kepiawaian beliau selama kepemimpinan tak heran beberapa penghargaan memasuki kota Surabaya seperti Wali Kota terbaik ketiga di dunia versi World City Mayors Foundation (Februari 2015), Bu Risma masuk dalam jajaran 50 tokoh berpengaruh di dunia versi majalah Fortune bersama dengan tokoh CEO Facebook Mark Zuckerberg dan tokoh lainnya (Maret 2015), bu Risma  memperoleh penghargaan anti korupsi dari Bung Hatta Anti Coruption Award (November 2015), dan masih akan ada yang lainnya.
Bu Tri Rismaharini tak pernah kenal lelah. Ia juga memperbanyak objek wisata menarik untuk warganya di kota Surabaya. Dari membenahi objek wisata yang telah ada hingga menambahkan dengan yang baru. Di tahun 2016 baru-baru ini, Ia menambah ikon Surabaya. Sebuah Jembatan Suroboyo yang dilengkapi warna-warni air muncur di Pesisir Kenjeran yang diresmikan bulan Juli 2016.  Sebelum-sebelumnya telah banyak tempat menarik di Surabaya baik itu racikan oleh bu Risma maupun yang dulu kala seperti, Taman Bungkul, Tugu Pahlawan, Kebun Binatang Surabaya, Monumen Kapal Selam, Kenjeran Park, Pantai Kenjeran, Ciputra Waterpark, Wisata Hutan Mangrove Wonorejo, Masjid Nasinoal Al-Akbar, Taman Apsari, Taman Prestasi, dan masih banyak yang lainnya.
***
Di Jembatan Suroboyo
“Begitu indah kotaku.” ucap Zahra memandang warna-warni air mancur.
“Pemimpinannya juga sangat mengagumkan.” sahut Rere disampingnya.
“Aku seperti mengingat sesuatu, Re.”
“Ingin apa, Ra?”
“Mimpi magic yang telah berlalu. Aku mengetahui apa maksud mimpi itu.”
“Emang maksudnya apa?”
“Mimpiku menyampaikan pesan, bahwa seseorang telah mengubah kotaku menjadi lebih indah dan baik. Pemuda-pemudi pun menikmati racikan objek wisatanya, hingga menantikan apa lagi peresmian selanjutnya.”
“Seperti kita ini ya, Ra.”
“Iya, ini semua juga tak lepas dari dukungan warga kota Surabaya. Pencapaian ini harus tetap terjaga hingga tanpa batas.” kagumku terbawa angin Surabaya malam.
-Selesai-



Ke Surabaya yuk!!!