Ini
Kotaku Juga Pemimpinku
Oleh : Yuniar Arij
Puspita Ningrum | XII – IBB | 20 Juli 2016
Suatu
hari sepulang sekolah aku melihat sebuah jejak, sepertinya itu jejak sepatu
boots. Tanpa tersadar aku mengikuti jejak tersebut, hingga jejak itu berhenti
di suatu tempat. Kulihat beliau berdiri begitu gagah, tiba-tiba beliau
mengeluarkan sebuah serbuk dan menaburnya ke suatu tempat tak teramut.
“Woooww!!!”
kagumku dalam diam.
Tempat
itu berubah 360 derajat dari sebelumnya, beliau kemudian mengunjungi beberapa
tempat lagi dan menyulapnya menjadi indah. Aku terbawa oleh magic-nya, seolah menjadi saksi keindahan
tempat yang dibuatnya. Tiba-tiba beliau menoleh, dan akupun mencari titik aman
agar tak terlihatnya. Namun beliau merasa terikuti oleh seseorang, Ia mencoba
memastikan kanan-kiri-depan-belakang sekitarnya.
Semenjak ada dirimu dunia
terasa indahnya... ringtone ponselku berbunyi, menghilangkan
tatapanku padanya. Dengan segera kubuat mati ponselku agar tak terjaring ke
telinganya. Aku menatap lagi ke arah awal dan kebingungan, beliau telah
menghilang. Sayang sekali, aku belum menanyakan siapa beliau sebenarnya. Aku
putuskan untuk kembali pulang ke rumah.
“Astaghfirullah!!”
aku terkejut dan terjatuh dari kasur empukku.
“Aduhh!!”
keluhku di lantai nan dingin.
“Jam
berapa ini?” kutengok jam dinding milik orang tuaku.
“Ternyata
masih jam sebelas malam. Karena mimpi magic dan seseorang itu mengejutkanku
jadi jatuh nyium lantai dehh.. Tapi aku penasaran siapa seseorang itu? Ahhh..
sudahlah dipikir besok saja, masih ngantuk hoooaamm...” gerutuku setengah sadar
dan kembali mapan ke kasur.
***
Pagi
harinya.
“Buuu...
Hari ini hari apa?” teriakan Zahra membutuhkan jawaban cepat.
“Hari
Senin, Ra.” jawab iseng bu Yasmine.
“Aku
kok nggk dibangunin?” kesalnya Zahra mengacak kamarnya.
“Makanya
Le, habis shalat subuh jangan tidur
lagi.” Sahut pak Zaenal menambah kesal.
Zahra
mempercepat langkahnya ke kamar mandi.
“Hari
ini hari Minggu, sayang. Nggk perlu terburu-buru mandi. Hehehehe..” melodi
rendah suara bu Yasmine mencekam hati Zahra.
“Ibuuu....”
gurutu Zahra dan tetap pergi mandi.
Selesai
mandi.
“Ibu,
kok tega iseng sama Zahra.” nada ngambek Zahra.
“Maaf
sayang, Ibu bercanda kok.” rayu bu Yasmine.
“Tapi
kannn....” meminta keadilan.
“Sudah
sarapan dulu, nasi gorengnya nanti dingin.” suap halus bu Yasmine.
“Apaa??
Nasi goreng??” menabur magic, berpindah ke ruang makan
Setelah
selesai sarapan Zahra pergi ke Taman Bungkul bersama sahabatnya, Rere. Walaupun
sudah jam 06.00, tak menghentikannya untuk memulai aktivitas rutin Minggu pagi.
Setiap Minggu pagi tiba, Zahra dan Rere mengayuh sepeda menyusuri jalan yang
lumayan sepi. Biasanya aktivitas tersebut dimulai selesai shalat Subuh, namun
Minggu ini berbeda. Saat selesai shalat Subuh mata Zahra masih mengantuk, dan
membuatnya terlambat bangun.
“Yakin
berangkat, Ra?” tanya Rere yang bersiap dibonceng Zahra.
“Iyaaa..
Tapi kali ini naik sepeda motor aja, biar cepet.” jawab Zahra mantap.
“Okelah..”
sahut Rere.
Bruuuummm...
sepeda motor mereka hidup seketika.
Di
Taman Bungkul
Terlihat hijau warna-warni mengutuk
mata dengan indahnya. Lari-larian anak kecil dengan mainan ampuhnya. Para
pemuda-pemudi ber-jogging menyusuri
taman. Para orang tua yang berjalan dengan gairahnya masing-masing. Terlihat
dua pemudi yang antusias menambah kesibukan taman tersebut, mereka adalah Zahra
dan Rere. Keduanya mengerakkan tubuh memulai pemanasan, persiapan jogging meyusuri taman.
“Sudah
siap, Ra?”
“Siaaap!”
“Mulai..”
Keduanya
berlari ringan mencoba menyusuri taman.
Beberapa
menit berlalu, meninggalkan tempat permulaannya.
“Ra,
istirahat dulu yukk! Capek.” pintanya Rere menghentikan larianku.
“Belum
juga sampai finish, Re.” jawabku.
“Aku
tadi belum sarapan, Ra.” keluhnya.
“Kenapa
dari awal nggk bilang, Re. Yukk.. cari makan dulu, nanti kamu kenapa-napa
lagi.” sahutku cemas.
Zahra dan Rere pun mencari warung
makan. Tiba-tiba Rere terhenti. Hembusan angin mengudara membawa rasa yang
menusuk ke hidung Rere. Keduanya pun duduk di warung pecel sederhana. Perut
Rere semakin berteriak, segeralah ia memesan nasi pecel dan teh hangat. Zahra
hanya memesan teh hangat karena tadi sudah sarapan kesukaannya, nasi goreng
buatan Bu Yasmine tercinta. Pesanan datang begitu cepat. Rere segera berdoa dan
melahap nasi pecel yang mamaki-maki perutnya.
“Pelan-pelan
Re, nanti tersedak lho..” nasehatku.
“Iyaa,
Ra.” jawabnya masih dengan mengunyah makanan.
Selesai mensapu bersih piring dan
gelas, kami pun mencari tempat teduh di Taman Bungkul dan sedikit berbincang.
Seketika terlintas dalam pikiranku topik pembicaraan mengenai taman yang kami
singgahi.
“Re,
Taman Bungkul ini indah ya?” tanyaku.
“Iya
Ra, untung saja insiden yang merusak taman waktu itu segera diatasi.”
“Insiden
waktu kapan, Re?”
“Saat
pembagian es krim Wall’s gratis.”
“Benar
juga Re, sampai-sampai Bu Risma marah besar.”
“Gimana
nggk marah, taman yang susah payah ditata indah rusak parah dalam hitungan jam.”
penjelasan Rere mantap.
“Benar
juga. Dari informasi yang pernah aku baca di internet, Taman Bungkul ini
seperti halnya oase bagi warga kota Surabaya. Warga kota bisa menghirup beragam
manfaat, keindahan, kenyamanan, kesehatan dan kesenangan sekaligus. Ya..
seperti kita saat ini.”
“Aku
juga pernah baca, Taman Bungkul ini telah meraih penghargaan ‘The 2013 Asian Townscape Award’ dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai taman terbaik se-Asia pada tahun 2013.”
“Membanggakan
ya, Re...” ucap kagumku mengudara.
Karena hari mulai siang percakapan
kami pun terhenti. Terdengar suara bising kendaraan bermotor dan mobil memecah
ketenangan Minggu pagi itu. Pertanda aktivitas kota metropolitan ini segera
dimulai. Jalan Raya Darmo yang tadinya berstatus CFD (Car Free Day) pun terdesak kehilangan statusnya tersebut. Aku dan
Rere pun segera pulang ke rumah dan melanjutkan aktivitas yang lainnya di hari weekend ini.
Matahari telah tenggelam dengan
sempurna. Langit terisi oleh cahaya sang purnama dan bintang-bintang. Hembusan
angin yang membuatku sembunyi dalam selimut. Dingin. Jarum jam sudah
menunjukkan pukul sepuluh, namun mataku belum saja terlelap. Bapakku sudah
mapan selepas shalat isya’. Ibuku pun sudah tertidur disampingnya. Seperti
biasa hanya aku saja yang masih terjaga. Memang, aku begitu sulit untuk tidur
malam. Terlintas dalam pikiranku untuk mengetahui sosok ibu wali kotaku, Tri
Rismaharini. Kagumku pada indahnya Taman Bungkul, membuatku ingin mengetahui
latar belakang dan pencapaiannya. Ku raih ponselku, kuaktifkan data selulerku,
kumasukkan kata kunci pada search google
yang siap melaksanakan perintahku. Tak perlu menunggu terlalu lama, hasil yang
ku inginkan pun muncul dalam layar ponselku.
“Tri Rismaharini adalah wanita pertama yang
terpilih menjadi wali kota Surabaya sepanjang sejarah. Beliau menempuh
pendidikan dasar di SDN Kediri dan lulus pada tahun 1973. Ia melanjutkan
pendidikan ke SMUN 15 Surabaya dan lulus pada tahun 1980. Beliau menempuh pendidikan sarjana di jurusan
Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan lulus pada
tahun 1987. Dan kemudian melanjutkan pascasarjana Manajemen Pembangunan Kota di
ITS Surabaya, lulus pada tahun 2002.
Pada Februari 2014, Tri
Rismaharini dinobatkan sebagai Mayor Of
The Month atau walikota terbaik di dunia untuk bulan Februari 2014 atas
keberhasilannya selama memimpin kota Surabaya sebagai kota metropolitan yang
paling baik penataannya.............” (Sumber : wikipedia)
Setelah informasi ku baca dalam hati
yang paling dalam, aku merasa bangga memiliki ibu wali kota seperti beliau.
Tiba-tiba saja dalam pikiranku terlintas kata ‘Ibu Kartini ke-2 bagiku’. Entah
mengapa, bayangan kata itu muncul seketika. Memang sebelum-sebelumnya sudah
banyak wanita berjasa seperti beliau. Namun kali ini aku merasakan hal seperti
itu. Ibu Tri Rismaharini seperti membangkitkan semangatku sebagai salah satu
pemudi Surabaya. Bayangan-bayanganku hilang diminta waktu, sudah menunjukkan
pukul sebelas malam. Aku pun beristirahat.
***
Hari
Senin. Hari kembaliku ke sekolah. Seperti biasa aku berangkat bersama
sahabatku, Rere. Aku bersekolah di salah satu SMA Negeri Surabaya. Bel telah
berbunyi. Kesibukan di sekolah telah dimulai. Ibu dan Bapak guru sibuk memimpin
doa siswa-siswinya. Setelah selesai berdoa, mereka pun memulai pelajaran.
Bagiku belajar di sekolah adalah suatu kebutuhan untuk mengerti dunia ini.
Disaat guru menjelaskan aku memilih untuk diam dan mendengarkan. Dengan begitu
aku mencoba memahami setiap untaian kata yang diterangkan, walaupun terkadang
sulit ku pahami. Dan sekali-kali ku goyangkan bulpoin untuk mencatat informasi
penting. Tetapi jangan kau tanya aku mengenai satu pelajaran yaitu matematika.
Sulit logikaku bermain dengan angka-angka.
Kriinggg....
Kringgg..... bel istirahat pun telah berbunyi. Semua siswa terlihat berhambur
ke luar kelas menuju kantin. Namun berbeda denganku dan juga Rere, kami selalu
membawa bekal dari rumah supaya lebih irit pengeluaran.
“Zahra,
kamu bawa bekal apa?” tanya Rere di sampingku.
“Biasa
nasi goreng ala Bu Yasmine, kamu?”
“Tada...!
Ayam kecap manis ala bu Rini.” bergairahnya Rere memperkenalkan bekalnya.
“Ayoook...
segera dimakan. Itadakimasu!”
Kami
pun menyantap bekal nan lezat buatan ibu tercinta.
Jam berlalu begitu cepat. Tiba
akhirnya kami harus pulang ke rumah. Kesibukan sekolah telah dihentikan. Aku
dan Rere membuat jannji bertemu untuk mengerjakan tugas kelompok. Masih hari
pertama saja, sudah diberi bekal. Begitulah keluhku saat mendapat tugas yang
tidak tepat di hatiku. Semua pelajar pasti pernah mengeluh begitu. Tetapi aku
cepat tersadar. Menyerap pelajaran di sekolah tidaklah cukup, kami harus
berusaha untuk memahami pelajaran diluar jam sekolah.
***
Rere
sudah berada dirumahku. Kami segera mengerjakan tugas kelompok. Biasanya aku
akan megerjakan PR pada hari weekend, karena kalau sudah pulang sekolah,
pikiranku hanya ingin beristirahat. Namun berbeda dengan tugas kali ini, besok
harus dikumpulkan. Kutenangkan pikiranku untuk menjadi lebih dingin dalam tugas
ekstra cepat ini.
“Jadi
kita mulai dari mana ini?” tanyaku.
“Mmmm..
kita cari materinya saja dulu. Sebagian kamu sebagian aku. Kalau sudah selesai
kita rangkum bersama, gimana?” penjelasan Rere memecah kebuntuan.
“Okelah.”
jawabku mantap.
Beberapa
menit kemudian.
“Gimana
Re, sudah ketemu?” tanyaku.
“Ini
Ra, tapi lumayan banyak bacaannya, aku bingung mana yang harus dijadikan materi
tugas kita.”
“Pilih
yang sesuai dengan materi kita aja dan yang bisa kamu pahami dengan mudah.”
“Baiklah.”
Tiktoktiktoktiktok....
“Akhirnya
selesai juga tugas antropologi ini.” ucap Rere sembari merebahkan tubuhnya ke
kasur.
“Alhamdulillah....”
sahutku dengan nafas lega.
Akhirnya,
dengan kekuatan secepat kilat tugas kami selesai. Kami pun berusaha bernapas
ringan. Di sela-sela aktivitas itu, ku utarakan perasaan kagumku terhadap bu
Risma kepada Rere. Kami berbincang lebar mengenai sosok ibu kartini ke-2
bagiku. Waktu kian berlalu, hari mulai petang. Jam menunjukkan pukul lima sore.
Rere berpamitan untuk pulang.
Di
Rumah Rere
Bintang
mengedipkan cahayanya, menemani sang bulan purnama. Udara tidak begitu memikat.
Rere sibuk dengan permainan zombie di ponselnya. Namun beberapa menit berlalu
Rere merasa bosan, teringatlah akan suatu hal. Ia mencari informasi mengenai
seseorang, siapa lagi kalau bukan bu Tri Rismaharini. Setelah searching-searching beberapa lama, raut
wajah Rere begitu kaget.
"Bagaimana
ini bisa terjadi?" herannya Rere dalam diam.
"Aku
harus beritahu Zahra tentang berita ini." ucapnya sedikit terdengar.
Dengan segera Rere mengirim chat ke Zahra.
"Ra,
ada berita buruk nih! Gawat!" isi chat Rere.
"Berita
buruk apa?" cemasnya Zahra.
"Ibu
kartini ke-2 kita."
"Kenapa?"
semakin cemas.
"Beliau
ingin mengundurkan diri dari jabatannya."
"Kok
bisa? Kenapa?" tanya Zahra kecewa.
"Nih
baca deh *link tersamarkan*"
Di
Kamar Zahra
Aku
membuka link yang dikirimkan oleh Rere. Aku merasa sangat kecewa atas
pemberitaan itu. Yang Aku anggap ibu Kartini ke-2, telah menyerah dengan
tanggung jawabnya. Beliau ingin mengundurkan diri karena beberapa hal, mulai
dari pemilihan dan pelantikan wakil wali kota yang menurutnya tidak sesuai
prosedur, persoalan Kebun Binatang Surabaya, hingga persoalan pembangunan tol
tengah kota Surabaya.
Chatting-an
kembali.
“Re,
Aku kecewa.”
“Aku
juga, Ra.”
“Padahal
kan beliau menata kota Surabaya dengan sangat baik.”
“Iya
Ra, aku juga tahu. Namun itu kan juga pilihan beliau.”
“Kecewa
Re *emotion sedih* ”
“Sabar
Ra... Aku tidur dulu ya, udah ngantuk nih.”
“Iyadeh
Re, have a nice dream ya...”
“Have a nice dream too...”
Malam
yang hening itu berubah pecah suara. Hatiku merasa sesak dan kecewa. Boleh kau
anggap ini terlalu lebay, namun itulah perasaanku yang nyata. Mengapa seorang yang
telah dibanggakan bisa meng-dropkan
seketika seperti ini. Mungkin beliau terlalu larut dalam perasaan yang tak lagi
kuat dalam masalah kota Surabaya. Bagaimana bisa tanggung jawab seorang
pemimpin dilepas begitu saja.
***
Malam
kenyataan pahit itu telah berlalu, mengikuti hari yang melangkah ke depan.
Hatiku masih saja bergejolak. Ibu Kartini ke-2 membuat semangatku sedikit
merapuh. Pemberitaan pengunduran diri bu Risma pada pertengahan Februari 2014
sungguh menyakitkan. Orang tuaku pun juga kecewa dengan keputusan bu Risma.
Bapakku mengatakan hal yang sependapat denganku mengenai penataan apiknya kota
Surabaya, terutama pada Taman Bungkul yang
beragam manfaatnya. Begitu pula dengan masyarakat Kota Surabaya, bahkan muncul
gerakan di situs jejaring sosial yang bernama ‘Save Risma’ untuk mendukung
kepemimpinan ibu wali kota Surabaya tercinta.
Hari
kulalui dengan sedikit goyah, namun akhirnya aku mencoba berpikir positif
kembali. Semangat yang membara kurebut kembali dalam emosi-emosi. Pemberitaan
itu perlahan-lahan menghilang dalam benakku.
Aku beraktivitas sebagai seorang pelajar yang tekun lagi dan berharap
pengganti bu Risma lebih baik. Jujur saja hati ini tak rela melepas beliau.
Tiba-tiba
saja terdengar kabar menggembirakan melayang ke telingaku. Bu Tri Rismaharini
tidak jadi mengundurkan diri. Ia meneruskan jabatannya hingga berakhir pada 28
September 2015. Kabar ini tak lepas dari turun tangannya Ketua Umum PDI-P ibu
Megawati Soekarnoputri bersama dengan pemimpin DPP PDI-P dan juga didampingi
Gubernur DKI Jakarta bapak Joko Widodo. Hatiku menjadi lega sejadi-jadinya.
Masyarakat kota Surabaya menyambut hangat berita sangat baik tersebut.
Setelah
isu pengunduran diri itu padam, bu Risma kembali menjalankan tugasnya dengan
baik. Hingga suatu ketika Ia memantapkan tekad yang bulat untuk menutup Gang
Dolly, yang mana lokalisasi tersebut merupakan terbesar di Asia Tenggara.
Penutupan tersebut didasarkan pada Perda
Nomor 7 tahun 1999 tentang larangan bangunan dijadikan tempat asusila. Penutupan
resmi dilakukan pada Rabu, 18 Juni 2014.
Hebat bukan? Tempat sebesar itu bisa Ia
tutup, semua itu tak lepas dari dukungan masyarakat kota Surabaya dan juga
keimanan yang kuat. Untuk menghidupkan kembali ekonomi eks lokalisasi Dolly,
Pemerintah Kota Surabaya menyulapnya menjadi sejumlah rumah industri.
Pada
akhir tahun 2014, Surabaya menerima penghargaan internasional Future City versi FutureGov untuk Surabaya
Single Window (SSW). Penghargaan ini diberikan untuk sistem pelayanan
kemudahan izin investasi Kota Surabaya. (Sumber
: wikipedia)
***
Tahun
2015, bu Tri Rismaharini menjadi calon kembali sebagai Pilwali Surabaya 2015.
Pancaran sinarnya yang memikat warga kota Surabaya membuat Pilwali tak berjalan
mulus dan terancam diundur hingga tahun 2017. Namun Pilwali pun akhirnya tetap
terlaksana. Berdasarkan hasil KPU bu Risma dan wakilnya pak Wisnu terpilih
kembali menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk masa bakti tahun 2016-2021.
Atas
kepiawaian beliau selama kepemimpinan tak heran beberapa penghargaan memasuki
kota Surabaya seperti Wali Kota terbaik ketiga di dunia versi World City Mayors Foundation (Februari
2015), Bu Risma masuk dalam jajaran 50 tokoh berpengaruh di dunia versi majalah
Fortune bersama dengan tokoh CEO Facebook Mark Zuckerberg dan tokoh
lainnya (Maret 2015), bu Risma
memperoleh penghargaan anti korupsi dari Bung Hatta Anti Coruption Award (November 2015), dan masih akan ada
yang lainnya.
Bu
Tri Rismaharini tak pernah kenal lelah. Ia juga memperbanyak objek wisata
menarik untuk warganya di kota Surabaya. Dari membenahi objek wisata yang telah
ada hingga menambahkan dengan yang baru. Di tahun 2016 baru-baru ini, Ia
menambah ikon Surabaya. Sebuah Jembatan Suroboyo yang dilengkapi warna-warni
air muncur di Pesisir Kenjeran yang diresmikan bulan Juli 2016. Sebelum-sebelumnya telah banyak tempat
menarik di Surabaya baik itu racikan oleh bu Risma maupun yang dulu kala
seperti, Taman Bungkul, Tugu Pahlawan, Kebun Binatang Surabaya, Monumen Kapal
Selam, Kenjeran Park, Pantai Kenjeran, Ciputra Waterpark, Wisata Hutan Mangrove
Wonorejo, Masjid Nasinoal Al-Akbar, Taman Apsari, Taman Prestasi, dan masih
banyak yang lainnya.
***
Di Jembatan
Suroboyo
“Begitu
indah kotaku.” ucap Zahra memandang warna-warni air mancur.
“Pemimpinannya
juga sangat mengagumkan.” sahut Rere disampingnya.
“Aku
seperti mengingat sesuatu, Re.”
“Ingin
apa, Ra?”
“Mimpi
magic yang telah berlalu. Aku mengetahui apa maksud mimpi itu.”
“Emang
maksudnya apa?”
“Mimpiku
menyampaikan pesan, bahwa seseorang telah mengubah kotaku menjadi lebih indah
dan baik. Pemuda-pemudi pun menikmati racikan objek wisatanya, hingga
menantikan apa lagi peresmian selanjutnya.”
“Seperti
kita ini ya, Ra.”
“Iya,
ini semua juga tak lepas dari dukungan warga kota Surabaya. Pencapaian ini
harus tetap terjaga hingga tanpa batas.” kagumku terbawa angin Surabaya malam.
-Selesai-
Ke Surabaya yuk!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar