Batu
di Kantor
Oleh : Yuniar Arij Puspita
Ningrum
September
2015
Batu
biasanya hanya diam di tempat, kecuali jikalau ada seseorang yang
memindahkannya, baru bisa terlihat bergerak. Tetapi batu ini terus saja
bergerak kesana-sini mencari sebuah celah tanpa didalang terlebih dahulu.
Sekarang batu akik sangat mem-booming di kalangan masyarakat. Tetapi batu ini
lebih cerdik mencari perhatian daripada batu akik. Apapun bisa dilakukan oleh
batu ini.
***
Suatu
hari keramaian kota terdengar olehku, jam menunjukkan pukul 06.00 WIB. Aku
terburu-buru pergi ke kamar mandi.
“Lisa....Bangun!!!
Sudah pagi, nanti kamu telat lho.” Sirine mamaku berbunyi nyaring.
Aku
berlarian menuju ruang makan dengan seragam yang amat rapi. Kusambar sandwich
yang tersedia di meja makan.
“Lisa,
kalau mau makan duduk dulu.”
“Keburu
telat, Ma.” Jawabku singkat, tak lupa berpamitan kepada kedua Raja dan Ratu
istanaku.
“Hati-hati,
Lisa.” Suara perhatian papaku melayang menuju telingaku.
“Iya,
Papa.” Dalam hatiku berbicara.
Pak
sopir sudah menunggu di dalam mobil. Akupun segera berangkat ke sekolah.
Saat perjalanan menuju sekolah,
sungguh sial bagiku, mobil berbaris tertib tanpa henti. Beraktivitas di
perkotaan yang padat merupakan sebuah tantangan bagi kehidupanku. Jika tidak
ingin terkena macet harus berangkat ke tempat tujuan sepagi mungkin atau naik
kendaraan umum saja, Sekian lama aku menunggu akhirnya, mobilku berhenti juga
di depan gerbang sekolah. Kulihat pak satpam hampir menutup gerbang jeruji
(karena bentuk atas gerbangnya runcing, mencegah siswa yang akan membolos
pelajaran). Akupun berlarian terburu-buru sambil berteriak seperti orang gila.
“Pak
tunggu… Jangan ditutup dulu!” Teriakku membuat nafasku tertarik-tarik.
“Ahhh…Kamu
ini kebiasaan, cepat masuk doanya mau dimulai.”
“Terima
kasih, Pak.” Balasku dengan senyum.
Di
Kelas.
“Terlambat
lagi, Lis?” Tanya sahabatku Leni
“Sudah
nanti aja aku ceritakan, berdoa dulu.” Sahutku masih dengan nafas
tertarik-tarik.
Setelah
berdoa selesai akupun bercerita kepada kedua sahabatku Leni dan Laili, sambil
menunggu guru yang terjadwal mengajar di kelasku datang. Entahlah terkadang aku
merasa heran kami para siswa sudah stay di TKP, tetapi gurunya masih
menunggu doa selesai baru beranjak dari ruangannya.
“Tidur
larut malam lagi ya, Lis?” Tanya Laili.
“Iyalah,
kan sudah ada jadwal istimewa, menjadi supporter itu harus yang setia.”
“Seperti
anak laki-laki saja kamu ini Lis, sukanya nonton pertandingan sepak bola.”
“Biarin,
demi negeri tercinta ini, mengapa tidak?”
“Healah
Lis..Lisa.” Ucap kedua sahabatku goyah.
Guru
pengajarku pun datang ke TKP. Akhirnya pelajaran dimulai dengan damai dan
tentram.
***
Di
hari yang sama, di sebuah gedung tinggi.
“Selamat
pagi, Pak.” Sapa seorang karyawan.
“Pagi,
silahkan masuk.” Jawab pak Roy.
“Bagaimana?
Apakah tugas yang saya berikan sudah selesai?”
“Sudah,
Pak. Saya menyelesaikannya dengan sangat teliti.” (Sembari menyerahkan
berkas-berkas ke tangan pak Roy).
“Oke,
terima kasih.”
“Sama-sama,
Pak. Permisi..” (Pergi meninggalkan ruangan).
Pak Roy adalah seorang peminpin kantor
anggota DPR. Ia dikenal seseorang, sebagai pemimpin yang baik, rajin, ulet, dan
pekerja keras. Ia adalah Papa dari Lisa. Ia selalu sibuk dengan pekerjaan
kantornya, jarang pulang ke rumah. Jikalau ia pulang, pasti ada buah tangan
yang akan dibawanya.
Sore
telah terbit, mama Lisa (bu Syaila) sibuk mempersiapkan makanan untuk suami
tercinta dan anak kesayangannya yang telah usai dengan kesibukannya
masing-masing. Hari ini adalah hari yang spesial bagi keluarga Lisa, karena pak
Roy sedang ber-ulang tahun. Lisa dan kedua sahabatnya telah tiba terlebih
dahulu. Mereka akhirnya ikut membantu mempersiapkan sebuah kejutan yang tak
akan pernah terlupakan.
Beberapa
menit kemudian, suara mobilpun terdengar. Saat pintu utama terdorong nyaring,
terasa suasana yang sepi dan sunyi. Semua penghuni rumah telah bersembunyi
kecuali pak Roy dan pak Satpam yang telah membukakan pagar rumah tadi. Papa
berteriak ringan memanggil istri dan anak semata wayangnya, tetapi tidak ada
jawaban sama sekali. Di halaman belakang rumah terdengar suara ketukan yang
berulang-ulang. Pak Roy menghampiri suara ketukan tersebut dengan curiga dan
was-was. Dan………….
“Kejutan!!!”
Para pedemo keluar dari persembunyiannya.
“Selamat
ulang tahun Papa.” Teriak Lisa menggema di udara.
“Terima
kasih ya, kalian membuat saya takut saja.” Sahut pak Roy.
“Kenapa
takut Om, sudah besar kok masih takut saja.” Gurau Leni mengena.
Semua
tertawa gembira. Acara pun dilanjutkan memotong kue dan makan bersama.
***
Hari Ahad jatuh ke posisi. Weekend
pagi, Lisa menghabiskan waktunya untuk berolahraga sebentar di halaman depan
rumah. Serasa sudah cukup ia kemudian sarapan pagi sembari menonton televisi.
“Hmmm..
Pagi-pagi acara beritanya sudah tak menyenangkan.” Gumam Lisa.
“Kenapa,
Lisa sayang?” Tanya bu Syaila sambil menghampirinya.
“Ini
lho Ma, korupsi makin menjadi.”
“Ouww..
Entah apa ya yang mereka harapkan.”
“Iya,
Ma. Ganti channel acara MTMA (My Trip My Adventure) aja deh,
lebih menarik.”
Malam telah tiba, aku menyibukkan
diri dengan tumpukan kertas berakhiran titik, tanda seru, dan tanda tanya. Mama
melihat sinetron kesukaannya. Papa sibuk di ruang kerjanya. Semua anggota
keluarga sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Jam berjalan cepat, sinar
mataku mulai terasa hilang, tetapi tugasku pun belum saja usai. Kuputuskan
pergi ke dapur membuat kopi hangat dan mie goreng. Mamaku sudah tidur manis di
kamarnya. Papaku masih sibuk dengan kantor kecilnya. Terdengar di telingaku,
Papa menelpon seseorang sambil marah-marah, mungkin ada sedikit kecerobohan
yang dilakukan oleh karyawannya.
***
Terdengar bisikan-bisikan lembut
ditelingaku, aku terbangun. Kulihat jam menujukkan pukul 04.30 WIB. Angin sejuk
meyelimutiku. Suara bisikan itu semakin nyaman kudengar. Akhirnya kuambil air
wudhu, dan kulaksanakan shalat subuh. Setelah itu persiapan untuk kembali ke
sekolah.
Di
Sekolah.
“Hai,
guys! “ Sapaku bersemangat.
“Hai,
Lis. Tumben nggk terlambat lagi?” Tanya Laili, mengejek kebiasaanku.
“Ah..
kamu ini Lai, suka ya kalau aku datang terlambat terus dihukum.”
“Nggk
lah Lis.” Sahut Leni menyakinkan bahwa ucapan tadi hanya bercanda.
“Tugasmu
sudah selesai Lis?” Tanya Leni.
“Pastilah
sudah, Lisa kan rajin mengerjakan PR. Walaupun kebiasaannya datang terlambat.”
Sahut Laili.
“Lihat
dong Lis?” Leni memohon.
“Tuh..kan.
Aku tau kenapa Allah membisikkan ke telingaku supaya bangun pagi-pagi dan tidak
terlambat. Sahabat tercintaku ini lagi butuh bantuan. Hehehehe…” Jawabku
bergurau.
“Ah..
Kamu ini Lis bisa saja.” Sahut Laili.
“Baik
banget deh Lisa ini, terima kasih.” Sahut Leni gembira dan memelukku.
***
Sore
hari datang menghampiri rumahku, keadaannya sunyi dan sepi hanya hembusan angin
yang mondar-mandir. Aku menelpon sahabat-sahabatku, meminta mereka bermain ke
rumahku, supaya rumah ini bisa bersuara kembali.
Ting
Tong…. (Bel berbunyi)
“Iya,
sebentar.” Sahut bi Minah.
“Siapa,
Bi?” Tanyaku dari kamar.
“Sahabat
Non Lisa, sudah datang.”
“Oalah,
iya Bi. Persilahkan masuk ke kamarku langsung.”
Di
kamar Lisa.
“Hello
Lis!” Sapa Leni.
“Kesepian
cie, kasihan.” Ejek Laili.
“Aaahh
kalian..” Jawabku tak bersemangat.
“Mama,
Papa kamu kemana?” Tanya Laili.
“Nggk
tau, akhir-akhir ini mereka sering keluar kota, katanya urusan pekerjaan. Aku
ikut nggk boleh, alasannya kamu kan lagi sekolah belum libur panjang.”
“Benar
kata mereka Lis, lagian juga mereka pergi urusan pekerjaan.” Sahut Leni.
***
Di
suatu tempat.
“Bagaimana
hal yang sangat penting ini bisa terbongkar?” Bentak seseorang dalam ruangan
tersebut.
Para
karyawan hanya terdiam membisu.
“Saya
minta kalian tutupi semua masalah ini, jangan sampai masuk ke layar kaca.
Mengerti?”
“Iya
Pak, kami mengerti.”
Aku merasa kecewa, hal rahasia yang
telah direncanakan bersama-sama sedikit demi sedikit mulai terlihat. Karyawan
kemarin sangatlah ceroboh menyembunyikan file yang telah ku minta. Sudah banyak
hal ku habiskan menggunakan hasil rencana rahasia tersebut. Aku seperti akan
jatuh ke tanah.
“Sabar
sayang, semuanya akan baik-baik saja.”
“Aku
tak yakin yang kau ucapkan itu benar, sayang.”
“Yakinlah
semua akan baik-baik saja.”
“Aku
takut, Ia akan marah kepada kita.”
“Akupun
juga begitu takut. Tetapi bagaimana lagi, ini ada kesalahan kita, perlahan akan
terungkap.”
***
Sore hari yang cerah, kami berkumpul
di rumah Leni untuk mengobrol santai. Mulai dari membicarakan hobi kami,
pelajaran sekolah, hingga teka-teki yang kocak. Akupun memulai membicarakan
kuis.
“Tau
batu akik, nggk?”
“Tau,
yang harganya berjuta-juta bintang di langit kan?” Jawab Laili.
“Hahaha..
bisa aja kamu Lai, memangnya bintang di langit itu berjuta-juta ya?” Sahut
Leni.
“Kamu
hitung saja sendiri.” Jawab Laili membuat Leni geram.
“Tapi
aku tau batu yang lebih menarik lho..” Sahut Lisa meyakinkan.
“Batu
apa, Lis?”
“Bayangan
tuyul..Hihihi..”
“Aahh..
kamu ini Lis, bisa saja. Perasaan nggk ada kata-kata batunya deh.” Protes Leni
kebingungan.
“Itu
batu bukan menarik Lis, membuat merinding malahan.” Sahut Laili.
“Hahay..
memang nggk ada. Coba deh kamu ambil dua huruf dari kata ‘Bayangan’ dan dua
huruf dari kata ‘Tuyul’ jadinya kata ‘Batu’ deh.” Pintarnya jawaban Lisa
membuat kamar Leni tertawa dan merinding.
Hari mulai malam, akupun kembali
pulang ke istanaku. Saatku melintasi halaman rumah terasa angin sunyi berhembus
tak menyapa, tak seperti biasanya. Ada sesuatu yang berbeda dalam rumah ini.
Seolah ada yang terusik, terhapus, terbuang kebahagian dalam rumah ini.
“Bi,
mereka belum pulang?” Tanyaku.
“Nyonya
sudah pulang, Non.”
“Ouww..
yasudah.”
Aku merebahkan tubuhku ke sofa merah
di ruang keluarga. Ternyata papaku masih saja sibuk dengan pekerjaannya. Aku
merasa papaku terlihat berbeda akhir-akhir ini. Segera ku singkirkan pikiran
mengenai papaku. Ku aktifkan tombol di kotak bersinar. Aku melihat acara televisi
kesukaanku ‘Berita Indonesia’. Banyak berita yang didengarkan ketelingaku dan
diperlihatkan pada pandangan mataku, dari berita tentang ekonomi, budaya,
kriminalitas, dan politik. Ada sesuatu yang membuatku terkejut seketika.
“Breaking
news, tersorot kamera ada sebuah penampakan bayangan tuyul di sebuah
kantor. Diduga hal tersebut sudah lama dilakukan olehnya seorang pemimpin
kantor anggota DPR, hanya saja pembuktian dapat mengungkapnya sekarang. Roy
Irawan telah terbukti bersalah dari pemeriksaan yang telah dilakukan sore tadi
hingga sekarang masih berlanjut. KPK telah menggeledah kantornya.”
Sontak
aku terkejut, kecewa, marah, dan tidak menyangka hal tersebut dilakukannya.
Mama yang berada dikamarnya segera lari keluar menghampiri suara jeritanku.
“Ada
apa Lisa sayang? Ini sudah malam.”
“Mama,
lihat deh berita itu.” Pintaku lirih tak berdaya.
“Pa..pa….”
Ucap mama lirih tak menyangka dan kemudian terdiam.
“Lisa
sayang, Mama minta maaf ya?” Ucap mama yang terdengar aneh bagiku.
“Untuk
apa, Ma?”
Hening
seketika…
“Mama
tau semua ini sebelumnya?”
Hening
kembali…
“Jawab,
Ma?” Ucapku sambil menangis terisak tak menyangka.
Akhirnya keheningan mamaku menjawab
segalanya. Aku berlari menuju kamarku, mencoba menenangkan diri, bertanya-tanya
apa alasan semua kejadian ini, tangisku memecah keheningan malam itu, hingga
akupun tertidur dalam pelukan gulingku.
***
Sebuah cahaya mencoba mencari celah
untuk membangunkanku dari mimpi buruk semalam. Tetapi aku salah itu bukan
mimpi, itu realita. Sebenarnya hari ini aku sekolah, tetapi aku takut kata-kata
anak-anak akan masuk ketelingaku dan aku tidak bisa membayangkan bagaimana
reaksi Leni dan Laili sahabatku. Ternyata papa sahabat mereka adalah sesosok
batu di kantor yang telah diceritakannya. Tiba-tiba suara dari luar mengusir
bayang-bayanganku tentang sekolah. Kulihat dari atas, beberapa seseorang ber-jas
dan polisi menghampiri rumahku. Aku berlari turun mencari tahu apa yang mereka
lakukan.
Dari
kejauhan kulihat mereka.
“Apakah
benar ini rumah Pak Roy Irawan?” tanya seorang polisi.
“Iya,
benar.”
“Apakah
Anda istrinya?”
“Iya,
saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu?”
“Apakah
ini Anda?” (Menunujukkan sebuah foto seseorang yang sedang berlibur ke suatu
tempat).
“I…iya.”
Jawab mamaku seolah mengerti apa yang mereka inginkan.
“Mohon
ikut kami!”
“Iya,
Pak.” Jawab mamaku kembali, sambil menoleh kearahku dengan tatapan penuh
penyesalan.
Aku
hanya bisa terdiam dari kejauhan. Membiarkan mamaku dibawa oleh orang-orang
tersebut. Hatiku terasa seperti tercambuk habis-habisan, tak menyangka sama
sekali.
***
Hari-hari
telah terbang meninggalkan kesuramannya. Aku pergi ke sebuah tempat yang akan
mengingatkanku pada kejadian yang telah lalu. Sudah beberapa tahun aku menunggu
mereka. Sudah beberapa tahun aku hidup dengan tekanan batin. Aku berterima
kasih mereka masih menyayangiku. Mereka tidak menggunakan hasil batu (bayangan
tuyul) tersebut untuk istana kami. Entah mereka melakukannya karena apa,
mungkin tergiur oleh kertas (uang) atau terbius rayuan orang-orang yang telah
mahir melakukannya.
“Lisa
sayang…” Panggilan kesayangan penuh perhatian yang telah lama tak pernah
tergantung dalam telingaku.
Aku
berlari memeluk mereka.
“Ma..Pa..
Lisa kangen.” Ucapku menahan tangis dan memeluk mereka.
Kedua
sahabatku menemaniku menjemput pulang orang tuaku. Pikiranku salah, mereka
malah mengkhawatirkanku setelah kejadian malam itu. Aku beruntung sekali
memilki mereka.
“Anakku
sayang, maafkan Mama sama Papa ya?” Pinta kedua orang tuaku.
“Aku
sudah memaafkan Mama sama Papa. Aku hanya ingin hal ini tidak akan terulang
kembali.”
“Mama
sama Papa tidak akan mengulanginya kembali, kami menyesal Lisa. Hanya demi
kesenangan sementara kami lepaskan kasih sayang kepadamu selama beberapa tahun
yang telah lalu. Kami menyesal karena kami tidak menyadari bahwa, kami adalah
hamba Allah yang selalu di awasi.”
Kamipun berpelukan kembali dengan
perasaan yang sangat mengharukan dan mencoba melupakan scandal buruk
‘Batu di Kantor’. Aku menoleh kepada Leni dan Laili yang berada dari kejauhan,
aku memanggil mereka. Mereka segera mendekat dan memelukku dengan hangat. Aku
berterima kasih karena mereka selalu ada untukku. Aku juga bersyukur kepada
Allah karena orang-orang yang kusayangi tetap bersamaku.
***
Begitulah batu ini bergerak.
Mempunyai rencana yang cerdik dan rahasia untuk mencari sesuatu yang bukan
haknya. Masalahnya hanya bisa diselesaikan oleh KPK dan polisi beserta
bukti-bukti yang terpecaya dan akurat. Sepantasnya batu ini dihukum sesuai
kesalahan yang telah diperbuatnya. Dan tak lupa setelah hukuman itu selesai
batu ini akan berubah menjadi seseorang yang dermawan seutuhnya, yang terus
ingat bahwa setiap gerak-geriknya selalu diawasi oleh Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar