Jumat, 06 Desember 2013

Cerpen Sahabat

 Sahabat Selamanya
            Pagi hari yang cerah telah tiba, ku buka mataku secara perlahan-lahan. Melihat indahnya pemandangan di pagi hari. Seperti biasa, setelah itu aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sesampai di Sekolah aku menuju ke ruang kelasku. Aku adalah siswi kelas VI di SDN Wiyung 1 tepatnya kelas VI-E. Aku mempunyai banyak teman diantaranya Leonardo, Ikbal, Koni, Shella, Triyasinta, Nisa, Putri, dll. Biasanya kami selalu bermain bersama-sama, baik di sekolah maupun di rumah.
            Suatu hari sepulang sekolah kami bermain bersama, tepatnya di rumah Triyasinta. Dirumah Triyasinta udaranya sangat sejuk karena banyak pepohonan disana. “ Regk, sekarang enaknya kita ngapain disini?” tanya Shella. “Nggawe rujak ae, lak enak?!” jawab Nisa. “Ealah, saben ketemu pasti senengane nggawe rujak.” Sahutku. “Yo, nggk apa-apa loch.” Sahut Nisa.
            Akhirnya kami pun memutuskan untuk membuat rujak. Nisa dan Putri membeli bahan-bahannya. Triyasinta menyiapkan peralatan untuk membuat rujak. Setelah semuanya sudah lengkap kami pun membuat rujak dengan canda gurau. Tak lama kemudian datanglah Ikbal dan Leo dengan mengendarai sepedanya. “He, regk rujak’an nggak ngajak-ngajak?!” ucap Leo. “Teko-teko nggk salam, langsung ngomong ae.” Sahut Nisa. “Lah, enggeh.” Jawab Triyasinta lemah lembut. “Ya, maaf regk. Ya wes Assalamualaikum.” Ucap Leo. “ Waalaikumsallam, hahaha..” jawab aku dan teman-temanku bersamaan sambil tertawa. “Dirimu kesini ambek sapa?” tanyaku “Iku, ambek Ikbal.” Jawabnya. “Oalah..” jawabku. Shella berkata “Regk, ayo ndang dimari.no rujak’ane. Keburu sore.” “nggeh..nggeh..” jawab Ikbal seolah-olah sedang mengejek Shella.
            Setelah rujaknya sudah siap kami pun menyantapnya dengan lahap dan gembira. Suasananya sangat menyenangkan. Hari sudah hampir sore, takut dimarahi oleh orang tua masing-masing. Kami berpamitan kepada Triyasinta dan Ibunya. “Bu, kami mau pamit pulang. Terima kasih, Assalamualaikum.” Ujar Shella. “Sin, aku pulang dulu ya terima kasih.” Sahut Koni kemudian. Sambil mengambil sepedanya masing-masing, aku dan teman-temanku pun berkata “ Terima kasih ya Sin, assalamualaikum. Mangga Bu, assalamualikum.” “Waalaikumsallam..” jawab Triyasinta dan ibunya bersamaan.



            Keesokan harinya di Sekolah, tepatnya diruang kelasku VI-E Bu Lis memulai pelajarannya. Bu Lis adalah wali kelasku di kelas VI-E, beliau orangnya ramah, murah senyum, baik, terkadang juga membuat takut. Karena biasanya waktu pelajaran dimulai, teman-temanku sering ramai termasuk juga aku. Waktu itu pelajaran yang dibahas oleh Bu Lis adalah tentang perkembangan embrio didalam rahim ibu. Pada saat itu Bu Lis memutarkan video tentang perkembangan embrio didalam rahim ibu. Dengan diiringi kata-kata yang menyentuh serta lagu berjudul  “Bunda”. Teman-temanku memperhatikan video tersebut dengan seksama. Sampai-sampai sebagian teman-temanku ada yang menangis.
            Bel istirahat pun telah berbunyi dan begitu pula dengan videonya telah berakhir. Aku dan teman-temanku Nisa, Putri, Shella, Triyasinta, dan Koni segera beranjak dari tempak duduk kemudian pergi kekantin Sekolah. Dengan mengusap air mata yang berlinang kami berjalan menuju kantin. Sampai di kantin kami bertemu dengan teman yang berbeda kelasnya  “Nisa, kamu kenapa? Kayaknya kamu habis nangis ya?” tanyanya. “Nggk, apa-apa kok.” Jawab Nisa. “Kenapa ya, dia?” ucapnya perlahan. “Itu loh, tadi habis di puterin video yang diiringi lagu yang judulnya Bunda.” Sahutku. “Oalah..” jawabnya seakan mengerti.
            Hari- hari pun telah berjalan begitu cepat, suatu ketika Nisa datang ke kelas dengan wajah yang tampak murung tidak seperti biasanya. Nisa yang ceria, murah senyum, dan bersemangat.
“Pagi Nis?” sapaku.
“Pagi..” jawabnya tanpa senyum.
“Kenapa kamu Nis, kayaknya kok nggk bersemangat gitu?”
“Nggk apa-apa kok.”
Aku heran dengan tingkah laku Nisa pada saat itu. Biasanya dia lah yang selalu bersemangat diantara kawan-kawanku (Putri, Shella, Koni, Triyasinta). Semakin lama kebersamaanku dan kawan-kawanku mulai rapuh, tidak seperti dulu lagi yang selalu ceria. Aku bertanya-tanya dalam hati “Apakah ini bermula karena adanya suatu masalah yang terjadi pada sahabaku Nisa?” Akhirnya aku mencoba mencari tau apa yang membuat sahabatku Nisa tidak tampak ceria seperti biasanya.



            Dengan bantuan kawan-kawanku yang lainnya, aku mencoba mencari tau permasalahan apa yang sedang dihadapi oleh Nisa sampai Nisa tidak ceria lagi seperti dulu. Aku berunding dengan teman-temanku, tentang apa yang harus kita lakukan agar masalah ini dapat terpecahkan. “Gimana kalau kita kerumah Nisa?” usulan Putri terucap. “Ngapain kita kerumah Nisa?” tanya Triyasinta. “Tanya langsung sama Nisa, sebenarnya kamu ini kenapa kok akhir-akhir ini terlihat murung. Gimana?” ucap Putri. “Tapi kalau Nisa nggak mau buka mulut, gimana?” sahutku. “mmmm.. nggk tau.” Sahut Putri dengan wajah bingung. “Oh.. Gini aja kita kerumah Nisa, tanya sama ibunya apa ada masalah sama Nisa? Gimana?” usulan Koni. Tanpa berpikir panjang kami langsung setuju dengan usulan Koni yang smart.
            Keesokan harinya kami pun kerumah Nisa, tepatnya pada hari Minggu. Setelah sampai di depan pintu rumahnya kami ngucapkan salam secara bersamaan “ Assalamualaikum..”. Tak lama kemudian ada seseorang yang membukakan pintu dan menjawab salam kami. “Waalaikumsallam, cari siapa ya?” tanya mama Nisa. “Oh.. Ini te, mau cari Nisa. Nisanya ada?” tanya Putri. Kami memang sudah merencankan hal itu sebelumnya. Untungnya Nisa pada saat itu sedang tidak ada dirumah. Dan mama Nisa pun mempersilahkan kami masuk.
“Mari nak, silakan masuk. Paling-paling Nisa habis ini pulang kok, tadi dia ikut sama bapaknya pergi sebentar.”
“Iya.. te.” Jawabku.
            Kemudian Mama Nisa meninggalkan kami diruang tamu. Mama Nisa menuju kearah dapur seakan-akan mau membuatkan kami minuman. Seakan-akan tau kalau kami kehausan. Tak lama, Mama Nisa membawakan beberapa cangkir minuman dan menyuguhkannya kepada kami.
“Ini Nak minumannya, pasti tadi kalian kepanasan dalam perjalanan kesini dan kalian merasa haus.”
“Terima kasih te, ngerepotin aja.” Jawabku.
“Tante tinggal dulu ya. Tante mau nyiapin buat besok mau pergi.”
“Memangnya besok tante mau pergi kemana?” tanya Putri.



“Loh.. Memangnya Nisa belum cerita sama kalian ya?”
“Cerita.. Cerita tentang apa te? Nisa nggk cerita apa-apa sama kami?!” tannya Triyasinta dengan wajah bingung.
“Iya te, cerita apa? Malahan, akhir-akhir ini Nisa sering terlihat murung di sekolah.” Ujar Koni.
“Loalah, gini loh. Bapaknya Nisa kan besok pergi ke Bandung untuk urusan pekerjaan. Dan disuruh kantornya untuk menetap disana. Jadi, kami sekeluarga pun harus ikut pindah kesana. Mungkin Nisa nggak mau membuat kalian sedih.”
“Oalah.. gitu ya tante. Jadi, sekolah Nisa juga harus pindah dong?” tanyaku ingin menangis.
“Iya, tante tinggal dulu ya?”
“Iya..”  jawab kami serentak.
            Tidak lama kemudian Nisa pun datang bersama bapaknya. Nisa terkejut melihat kami sudah berada diruang tamunya.“Loh.. kalian ada disini?” tanya Nisa.“Iya Nis, kita ingin bermain kerumahmu. Tidak apa-apa kan?” ucap Putri yang biasanya suaranya keras menjadi lemah lembut. “Nis, kenapa kamu nggak cerita sih sama kita?” ucap Shella. “Maaf, teman-teman aku nggak mau bikin kalian sedih. Aku sebenarnya juga ingin masih disini. Tapi apa daya.” Jawab Nisa seolah-olah tau apa yang sedang kami maksud. “Tapi kan, kamu bisa cerita sama kami. Kenapa kamu murung di sekolah. Kamu jahat Nis!” Tanyaku seolah-olah tidak mau berpisah dengan Nisa. “ Maafkan aku teman-teman, maafkan aku.” Jawab Nisa dan air matanya berlinang dipipinya.
            Kami pun berangkulan seolah-olah tak mau terpisahkan. Tapi ini lah jawaban permasalahan yang telah terjadi. Nisa harus pergi ke Bandung meninggalkan kami sahabatnya. Kami pun harus berat hati melepaskan kepergiaan Nisa ke Kota Bandung. Sebelum Nisa pergi kami secara serentak berkata “Sahabat akan selalu ada dalam keadaan suka maupun duka. Kami sahabat selamanya”

By : Yuniar Arij Puspita Ningrum
‎14 ‎Oktober ‎2013, ‏‎15:59:05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar