Pagi hari yang cerah telah tiba, ku
buka mataku secara perlahan-lahan. Melihat indahnya pemandangan di pagi hari.
Seperti biasa, setelah itu aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sesampai di
Sekolah aku menuju ke ruang kelasku. Aku adalah siswi kelas VI di SDN Wiyung 1
tepatnya kelas VI-E. Aku mempunyai banyak teman diantaranya Leonardo, Ikbal,
Koni, Shella, Triyasinta, Nisa, Putri, dll. Biasanya kami selalu bermain
bersama-sama, baik di sekolah maupun di rumah.
Suatu hari sepulang sekolah kami bermain
bersama, tepatnya di rumah Triyasinta. Dirumah Triyasinta udaranya sangat sejuk
karena banyak pepohonan disana. “ Regk, sekarang enaknya kita ngapain disini?”
tanya Shella. “Nggawe rujak ae, lak enak?!” jawab Nisa. “Ealah, saben ketemu
pasti senengane nggawe rujak.” Sahutku. “Yo, nggk apa-apa loch.” Sahut Nisa.
Akhirnya kami pun memutuskan untuk
membuat rujak. Nisa dan Putri membeli bahan-bahannya. Triyasinta menyiapkan
peralatan untuk membuat rujak. Setelah semuanya sudah lengkap kami pun membuat
rujak dengan canda gurau. Tak lama kemudian datanglah Ikbal dan Leo dengan
mengendarai sepedanya. “He, regk rujak’an nggak ngajak-ngajak?!” ucap Leo.
“Teko-teko nggk salam, langsung ngomong ae.” Sahut Nisa. “Lah, enggeh.” Jawab
Triyasinta lemah lembut. “Ya, maaf regk. Ya wes Assalamualaikum.” Ucap Leo. “
Waalaikumsallam, hahaha..” jawab aku dan teman-temanku bersamaan sambil tertawa.
“Dirimu kesini ambek sapa?” tanyaku “Iku, ambek Ikbal.” Jawabnya. “Oalah..”
jawabku. Shella berkata “Regk, ayo ndang dimari.no rujak’ane. Keburu sore.”
“nggeh..nggeh..” jawab Ikbal seolah-olah sedang mengejek Shella.
Setelah rujaknya sudah siap kami pun
menyantapnya dengan lahap dan gembira. Suasananya sangat menyenangkan. Hari
sudah hampir sore, takut dimarahi oleh orang tua masing-masing. Kami berpamitan
kepada Triyasinta dan Ibunya. “Bu, kami mau pamit pulang. Terima kasih,
Assalamualaikum.” Ujar Shella. “Sin, aku pulang dulu ya terima kasih.” Sahut
Koni kemudian. Sambil mengambil sepedanya masing-masing, aku dan teman-temanku
pun berkata “ Terima kasih ya Sin, assalamualaikum. Mangga Bu, assalamualikum.”
“Waalaikumsallam..” jawab Triyasinta dan ibunya bersamaan.
Keesokan harinya di Sekolah,
tepatnya diruang kelasku VI-E Bu Lis memulai pelajarannya. Bu Lis adalah wali
kelasku di kelas VI-E, beliau orangnya ramah, murah senyum, baik, terkadang
juga membuat takut. Karena biasanya waktu pelajaran dimulai, teman-temanku
sering ramai termasuk juga aku. Waktu itu pelajaran yang dibahas oleh Bu Lis
adalah tentang perkembangan embrio didalam rahim ibu. Pada saat itu Bu Lis
memutarkan video tentang perkembangan embrio didalam rahim ibu. Dengan diiringi
kata-kata yang menyentuh serta lagu berjudul
“Bunda”. Teman-temanku memperhatikan video tersebut dengan seksama.
Sampai-sampai sebagian teman-temanku ada yang menangis.
Bel istirahat pun telah berbunyi dan
begitu pula dengan videonya telah berakhir. Aku dan teman-temanku Nisa, Putri,
Shella, Triyasinta, dan Koni segera beranjak dari tempak duduk kemudian pergi
kekantin Sekolah. Dengan mengusap air mata yang berlinang kami berjalan menuju
kantin. Sampai di kantin kami bertemu dengan teman yang berbeda kelasnya “Nisa, kamu kenapa? Kayaknya kamu habis nangis
ya?” tanyanya. “Nggk, apa-apa kok.” Jawab Nisa. “Kenapa ya, dia?” ucapnya
perlahan. “Itu loh, tadi habis di puterin video yang diiringi lagu yang
judulnya Bunda.” Sahutku. “Oalah..” jawabnya seakan mengerti.
Hari- hari pun telah berjalan begitu
cepat, suatu ketika Nisa datang ke kelas dengan wajah yang tampak murung tidak
seperti biasanya. Nisa yang ceria, murah senyum, dan bersemangat.
“Pagi
Nis?” sapaku.
“Pagi..”
jawabnya tanpa senyum.
“Kenapa
kamu Nis, kayaknya kok nggk bersemangat gitu?”
“Nggk
apa-apa kok.”
Aku
heran dengan tingkah laku Nisa pada saat itu. Biasanya dia lah yang selalu bersemangat
diantara kawan-kawanku (Putri, Shella, Koni, Triyasinta). Semakin lama
kebersamaanku dan kawan-kawanku mulai rapuh, tidak seperti dulu lagi yang
selalu ceria. Aku bertanya-tanya dalam hati “Apakah ini bermula karena adanya
suatu masalah yang terjadi pada sahabaku Nisa?” Akhirnya aku mencoba mencari
tau apa yang membuat sahabatku Nisa tidak tampak ceria seperti biasanya.
Dengan bantuan kawan-kawanku yang
lainnya, aku mencoba mencari tau permasalahan apa yang sedang dihadapi oleh
Nisa sampai Nisa tidak ceria lagi seperti dulu. Aku berunding dengan
teman-temanku, tentang apa yang harus kita lakukan agar masalah ini dapat
terpecahkan. “Gimana kalau kita kerumah Nisa?” usulan Putri terucap. “Ngapain
kita kerumah Nisa?” tanya Triyasinta. “Tanya langsung sama Nisa, sebenarnya
kamu ini kenapa kok akhir-akhir ini terlihat murung. Gimana?” ucap Putri. “Tapi
kalau Nisa nggak mau buka mulut, gimana?” sahutku. “mmmm.. nggk tau.” Sahut
Putri dengan wajah bingung. “Oh.. Gini aja kita kerumah Nisa, tanya sama ibunya
apa ada masalah sama Nisa? Gimana?” usulan Koni. Tanpa berpikir panjang kami
langsung setuju dengan usulan Koni yang smart.
Keesokan harinya kami pun kerumah
Nisa, tepatnya pada hari Minggu. Setelah sampai di depan pintu rumahnya kami
ngucapkan salam secara bersamaan “ Assalamualaikum..”. Tak lama kemudian ada
seseorang yang membukakan pintu dan menjawab salam kami. “Waalaikumsallam, cari
siapa ya?” tanya mama Nisa. “Oh.. Ini te, mau cari Nisa. Nisanya ada?” tanya
Putri. Kami memang sudah merencankan hal itu sebelumnya. Untungnya Nisa pada
saat itu sedang tidak ada dirumah. Dan mama Nisa pun mempersilahkan kami masuk.
“Mari
nak, silakan masuk. Paling-paling Nisa habis ini pulang kok, tadi dia ikut sama
bapaknya pergi sebentar.”
“Iya..
te.” Jawabku.
Kemudian Mama Nisa meninggalkan kami
diruang tamu. Mama Nisa menuju kearah dapur seakan-akan mau membuatkan kami
minuman. Seakan-akan tau kalau kami kehausan. Tak lama, Mama Nisa membawakan
beberapa cangkir minuman dan menyuguhkannya kepada kami.
“Ini
Nak minumannya, pasti tadi kalian kepanasan dalam perjalanan kesini dan kalian
merasa haus.”
“Terima
kasih te, ngerepotin aja.” Jawabku.
“Tante
tinggal dulu ya. Tante mau nyiapin buat besok mau pergi.”
“Memangnya
besok tante mau pergi kemana?” tanya Putri.
“Loh..
Memangnya Nisa belum cerita sama kalian ya?”
“Cerita..
Cerita tentang apa te? Nisa nggk cerita apa-apa sama kami?!” tannya Triyasinta
dengan wajah bingung.
“Iya
te, cerita apa? Malahan, akhir-akhir ini Nisa sering terlihat murung di
sekolah.” Ujar Koni.
“Loalah,
gini loh. Bapaknya Nisa kan besok pergi ke Bandung untuk urusan pekerjaan. Dan
disuruh kantornya untuk menetap disana. Jadi, kami sekeluarga pun harus ikut
pindah kesana. Mungkin Nisa nggak mau membuat kalian sedih.”
“Oalah..
gitu ya tante. Jadi, sekolah Nisa juga harus pindah dong?” tanyaku ingin
menangis.
“Iya,
tante tinggal dulu ya?”
“Iya..” jawab kami serentak.
Tidak lama kemudian Nisa pun datang
bersama bapaknya. Nisa terkejut melihat kami sudah berada diruang
tamunya.“Loh.. kalian ada disini?” tanya Nisa.“Iya Nis, kita ingin bermain
kerumahmu. Tidak apa-apa kan?” ucap Putri yang biasanya suaranya keras menjadi
lemah lembut. “Nis, kenapa kamu nggak cerita sih sama kita?” ucap Shella.
“Maaf, teman-teman aku nggak mau bikin kalian sedih. Aku sebenarnya juga ingin
masih disini. Tapi apa daya.” Jawab Nisa seolah-olah tau apa yang sedang kami
maksud. “Tapi kan, kamu bisa cerita sama kami. Kenapa kamu murung di sekolah.
Kamu jahat Nis!” Tanyaku seolah-olah tidak mau berpisah dengan Nisa. “ Maafkan
aku teman-teman, maafkan aku.” Jawab Nisa dan air matanya berlinang dipipinya.
Kami pun berangkulan seolah-olah tak
mau terpisahkan. Tapi ini lah jawaban permasalahan yang telah terjadi. Nisa
harus pergi ke Bandung meninggalkan kami sahabatnya. Kami pun harus berat hati
melepaskan kepergiaan Nisa ke Kota Bandung. Sebelum Nisa pergi kami secara
serentak berkata “Sahabat akan selalu
ada dalam keadaan suka maupun duka. Kami sahabat selamanya”
By : Yuniar Arij Puspita Ningrum
14 Oktober 2013, 15:59:05
Tidak ada komentar:
Posting Komentar